MAKALAH
Permasalahan Hukum Yang Berkaitan Dengan Siswa SD dan Penyelesaiannya Secara Hukum Serta Edukatif (Pendidikan Moral)
Diajukan Untuk Memenuhi Matakuliah :
Inovasi Pembelajaran PKn SD
Permasalahan Hukum Yang Berkaitan Dengan Siswa SD dan Penyelesaiannya Secara Hukum Serta Edukatif (Pendidikan Moral)
Diajukan Untuk Memenuhi Matakuliah :
Inovasi Pembelajaran PKn SD
Dosen :
Dra.Nina Nurhasana
Disusun oleh Kelompok 6 :
Anggota:
1. Alwisinda Wea
2. Bobby Aryanto Pandie
3.Zilvita Amin
4.Novriyanto L. Fomeni
Anggota:
1. Alwisinda Wea
2. Bobby Aryanto Pandie
3.Zilvita Amin
4.Novriyanto L. Fomeni
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
PROGRAM
PENDIDIKAN GURU TERINTEGRASI
UNIVERSITAS NEGERI
JAKARTA
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan begitu banyak berkat dan pengasihannya kepada kita
semua. Makalah ini dapat diselesaikan
semata-mata atas kehendak-Nya dan rahmat cinta kasih-Nya yang berlimpah. Rasa
syukur kami atas kemurahan-Nya karena telah diberi kesempatan untuk
menyelesaikan makalah dengan judul “Permasalahan
Hukum Yang Berkaitan Dengan Siswa SD dan Penyelesaiannya secara Hukum Serta
Edukatif (Pendidikan Moral). Penulis menyadari bahwa dalam penulisan
makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari
para pembaca agar makalah ini dapat sempurnah seperti yang kita harapkan.
semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Daftar
isi
Halaman
judul................................................................................................
Kata pengantar..............................................................................................i
Daftar
isi
.................................................................................................ii
Bab I
Pendahuluan........................................................................................iii
1.1 Latar
belakang..........................................................................
1.2 Rumusan
Masalah....................................................................
1.3 Tujuan
Bab II pembahasan................................................................................................
A. Pengertian Hukum......................................................................................
A. Pengertian Hukum......................................................................................
B. Permasalahan hukum yang berkaitan dengan siswa SD.........................
a. permasalahan dilingkungan sekolah.
1) Contoh kasus yang mewarnai dunia
SD.....................................
2) Jenis-jenis hukuman yang sering
dialami anak SD.....................
3) Faktro penyebab guru melakukan
kekerasan terhadap siswa...
b. Permasalahan dilingkugan
masyarakat
1) Contoh kasus hukum yang melibatkan
anak SD...............................
2) Jenis-jenis kekerasan........................................................................
3) Apa yang dilakukan terhadap anak
yang berhadapan dengan
hukum?..............................................................................................
4) Pandangan perlakukan hukum terhadap
anak dari segi psikologi....
5) Faktro penyebab anak melakukan
tindak kriminal
C.
Dampak kekerasan terhadap
anak.............................................................
D. Penyelesaian permasalahan hukum
yang berkaitan dengan siswa SD..
1. Penyelesaian permasalahan anak secara
hukum.........................................
a. UU no 3 tahun 1997..............................................................................
b. pasal-pasal yang mengatur tentang hukum anak................................
c. Upaya perlindungan anak melalui UU no.23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak..........................................................
a. UU no 3 tahun 1997..............................................................................
b. pasal-pasal yang mengatur tentang hukum anak................................
c. Upaya perlindungan anak melalui UU no.23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak..........................................................
d. Pasal-pasal
UU Perlindungan anak...................................................
e. Bagaimana cara memperlakukan anak?.............................................
2. Penyelesaian masalah anak secara edukatif............................................
a. prosedur menghukum anak..................................................................
b. Adakah hukuman tanpa kekerasan yang membuat anak jera?........... Bab III Penutup........................................................................................................
A. Simpulan.....................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
e. Bagaimana cara memperlakukan anak?.............................................
2. Penyelesaian masalah anak secara edukatif............................................
a. prosedur menghukum anak..................................................................
b. Adakah hukuman tanpa kekerasan yang membuat anak jera?........... Bab III Penutup........................................................................................................
A. Simpulan.....................................................................................................
B. Saran..........................................................................................................
Daftar pustaka...................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak merupakan karunia dari Tuhan yang maha esa,Keberadaannya merupakan karunia yang harus dijaga,dirawat dan dilindungi.setiap anak secara kodrati memiliki harkat martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi oleh siapapun. Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makluk Tuhan yang maha esa yang merupakan anugerahnya yang wajib dihormati,dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,hukum,pemerintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
Oleh karena itu pengakuan dan
penghargaan terhadap anak dilakukan dengan memberikan perlindungan terhadap
kepentingan anak. perlindungan terhadap anak merupakan hal yang penting untuk
dilakukan,karena anak merupakan tunas,potensi dan generasi penerus cita-cita
perjuangan bangsa,memiliki peran yang strategis yang memiliki ciri dan sifat
khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.
Sebagai generasi penerus,anak patut
diperlakukan secara menusiawi,dididik dan diperhatikan penuh kasih sayang. Hal-hal
tersebut menjadi hak anak justru diabaikan oleh orang dewasa.dalam pandangan
masyarakat secara keseluruhan (dalam semua ednis) bahwa anak adalah milik keluarga
maka dalam hubungan fungsionalnya dalam keluarga,anak yang harus
menghormati,berbakti dan membalas budi orang tua atau keluarga maka salah satu
manifestasinya adalah anak harus patuh kepada orang tua atau orang dewasa yang
memiliki macam-macam kehendak.hal ini tentu saja harus diperhatikan oleh kita
sebagai orang dewasa,terutama kita para guru atau calon guru agar lebih bijak
dalam memperlakukan anak. Namun tidak
sedikit juga anak yang berperilaku menyimpang mulai dari perilaku pelanggaran
disekolah sampai melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai
pelanggaran hukum.jenis dan karakteristik perbuatannya tidak berbeda dengan
tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa. Penyimpangan tingkah laku atau
perbuatan melanggar hukun yang dilakukan anak-anak disebabkan oleh beberapa
faktor antara lain: dampak negatif perkembangan,pembangunan yang cepat,arus
globalisasi dan pembangunan yang begitu cepat,arus globalisasi dibidang
komunikasi,kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya hidup
sebagian orang tua: anak yang kurang atau tidak dperhatikan oleh orang
tua,kurangnya bimbingan asuhan dan pengenalan nilai-nilai dan norma-norma yang
berlaku.
Hal-hal inilah yang menyeret anak terjerumus dalam arus pergaulan masyarakat yang kurang sehat dan merugikan perkembangannya dan ujung-ujungnya anak berhadapan dengan hukum dan disebut sebagai “anak nakal”.
Hal-hal inilah yang menyeret anak terjerumus dalam arus pergaulan masyarakat yang kurang sehat dan merugikan perkembangannya dan ujung-ujungnya anak berhadapan dengan hukum dan disebut sebagai “anak nakal”.
Menurut Undang-undang no.3 tahun
1997,pasal 1,disebut bahwa anak nakal (anak yang telah berumur 8 tahun
melakukan tindak pidana,atau melakukan tindakan yang dinyatakan terlarang,baik
menurut peraturan perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang
hidup dan berlaku dalam masyarakat), pemerintah telah mengambil berbagai usaha
untuk menanggulanginya. Salah satu diantaranya adalah dengan cara mengajukan
pelanggar hukum anak atau anak nakal ke pengadilan.
Mengajukan anak nakal ke pengadilan
berarti pula membatasi hak kebebasan dan kemerdekaan dari anak, sedangkan kita
tahu hak kebebasan dan kemerdekaan itu adalah hak setiap manusia yangmemiliki
nilai yang sangat tinggi sehingga berbagai undang-undang memberikan
perlindungan secara khusus terhadap kebebasan dan kemerdekaan itu.
Menurut Susenas pada tahun 2000
mencatat jumlah anak nakal 47.081 anak,
kemudian menurut Pusdatin Depsos jumlah anak nakal 193.155 anak (tahun 2002).
Sumber lain dari statistik kriminal kepolisian pada tahun 2000 mencatat 11.344
tersangka anak. Anak yang menjadi tahanan rutan pada tahun 2003 tercatat 9.465
anak. Lebih dari 4.000 anak seluruh Indonesia diajukkan ke pengadilan setiap
tahunnya atas kejahatan ringan seperti mencuri atau sejumlah 3.600 anak (90%)
ditahan karena perbuatan melawan hukum.
Pertanyaannya diberlakukan seperti apakah anak-anak yang membuat pelanggaran dan berhadapan dengan hukum itu?. Untuk itu kami para penulis dalam makalah ini akan membahas lebih rinci mengenai permasalahan hukum yang berkaitan dengan siswa SD dan penyelesaiannya secara hukum dan edukatif (pendidikan moral). Semoga lewat pembahasan makalah ini, kita diberikan pemahaman mengenai bagaimana cara memberikan hukuman (punishment) secara bijak kepada anak yang bermasalah didalam kelas maupun anak yang berhadapan dengan hukum.
Pertanyaannya diberlakukan seperti apakah anak-anak yang membuat pelanggaran dan berhadapan dengan hukum itu?. Untuk itu kami para penulis dalam makalah ini akan membahas lebih rinci mengenai permasalahan hukum yang berkaitan dengan siswa SD dan penyelesaiannya secara hukum dan edukatif (pendidikan moral). Semoga lewat pembahasan makalah ini, kita diberikan pemahaman mengenai bagaimana cara memberikan hukuman (punishment) secara bijak kepada anak yang bermasalah didalam kelas maupun anak yang berhadapan dengan hukum.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian Hukum ?
2.
Mengapa Anak harus berhadapan dengan hukum?
3.
Bagaimana cara pandang secara psikologis mengenai
tindak pidana anak?
4.
Bagaimana cara Melindungi anak agar terhindar dari
kekerasan?
5.
Haruskah anak dihukum dengan kekerasan?
6.
Adakah Hukuman lain yang tanpa kekerasan namun
efektif bagi perbaikan pelanggaran anak?
C. Tujuan
Adapun
penulisan makalah ini bertujuan untuk:
1.
Untuk memberikan pemahaman kepada pembaca mengenai
pengertian hukum.
2.
Memberikan pemahaman kepada pembaca agar mengetahui
pentingnya perlindugan terhadap anak dari tindak kekerasan.
3.
Menjadi bahan refleksi bagi para pembaca agar paham
terhadap permasalahan anak serta bijak dalam menghukum anak(tidak melakukan
kekerasan kepada anak.
4.
Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan
kesadaran kepada orang tua,guru atau siapapun agar memperlakukan anak secara
manusiawi.dengan demikian tingkat kriminalitas terhadap anak akan berkurang.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hukum
Secara umum kita dapat melihat
bahwa hukum merupakan seluruh aturan tingkah laku berupa norma atau kaidah baik
tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur dan menciptakan tata tertib dalam
masyarakat yang harus ditaati oleh setiap anggota masyarakatnya berdasarkan
keyakinan dan kekuasaan hukum itu.Pengertian tersebut didasarkan pada
penglihatan hukum dalam arti kata materiil, sedangkan dalam arti kata formal,
hukum adalah kehendak ciptaan manusia berupa
norma-norma yang berisikan petunjuk-petunjuk tingkah laku, tentang apa
yang boleh dilakukan dan tentang apa yang tidak boleh dilakukan. Oleh karena
itu hukum mengandung nilai-nilai keadilan, kegunaan dan kepastian dalam
masyarakat tempat tempat hukum diciptakan.
Berikut beberapa pendapat para
ahli hukum yang telah memberikan definisi antara lain sebagai berikut :
1. Hukum
adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata
tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota
masyarakat dan jika dilanggar dapat
menimbulkan tindakan dari pihak pemerintah dari masyarakat itu. ( E. Utrecht,
1961: 12)
2. Hukum
adalah karya manusia berupa norma- norma yang berisikan petunjuk-petunjuk
tingkah laku. Hukum merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang
bagaimana seharusnya masyarakat dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena
itu, prtama-pertama, hukum mengandung rekaman dari ide-ide yang dipilih oleh
masyarakat tempat hukum diciptan. Ide-ide tersebut berupa ide mengenai
keadilan.(Satjipto, 1986: 20).
Bertitik tolak dari beberapa definisi hukum
tersebut, dapatlah disimpulkan bahwa hukum terdiri atas beberapa unsur sebagai
berikut :
·
Peraturan atau kaidah-kaidah tingkah laku manusia
dalam pergaulan antarmanusia
(masyarakat)
·
Peraturan diadakan oleh badan-badan resmi yang
berwajib .
·
Peraturan merupakan jalinan-jalinan nilai,
merupakan konsepsi abstrak tentang adil atau tidak adil serta apa yang dianggap
baik atau buruk.
·
Peraturan bersifat memaksa.
·
Peraturan mempunyai sanksi yang tegas dan nyata.
Kejahatan dalam kehidupan merupakan gejala sosial yang akan selalu dihadapi oleh setiap manusia, masyarakat, dan Negara. Untuk mencegah terjadinya pelanggaran,Setiap negara tentu saja memiliki peraturan hukum masing-masing,termasuk dinegara kita yaitu: mulai dari dasar negara Pancasila,hukum dasar negara yaitu UUD 1945 serta Undang-undang. Namun seyogyanya suatu peraturan,tidak sepenuhnya dapat manghapus kejahatan. Kenyataan telah membuktikan bahwa kejahatan hanya dapat dicegah atau dikurangi, tetapi sulit diberantas secara tuntas.
B.
Permasalahan
Hukum Yang Berkaitan Dengan Siswa SD
Menurut pendekatan teori
behavioristik, pada hakikatnya perilaku manusia merupakan hasil belajar dan
pengamatan dari perilaku orang lain, dan dapat diubah. Dituliskan Hetty dalam
makalahnya (2011) bahwa prinsip perilaku
dalam psikologi belajar anak mencakup beberapa hal,salah satunya adalah
“Anak sangat dipengaruhi oleh lingkungan dimana tempat ia berada”.
Perkembangan anak memang tidak terlepas dari perkembangan lingkungan dimana tempat ia berada.Lingkungannya yang dimaksud tidak hanya keluara inti, tetapi juga saudara, sekolah, tetangga, maupun teman-teman. Koji Yamashita, sebagaimana dikutip Apong Herlina menyatakan ”Anak belajar dari cara mereka dibesarkan”. Kalau mereka dibesarkan dengan kritikan maka mereka akan belajar untuk mencari-cari kesalahan orang lain, kalau mereka dibesarkan dengan permusuhan, maka mereka akan belajar untuk berkelahi. Jika mereka dibesarkan dengan toleransi, maka mereka akan belajar bersabar, kalau mereka dibesarkan dengan perlakuan adil maka mereka akan belajar menghargai”.Pernyataan tersebut menunjukan bahwa lingkungan yang positif akan memberikan perkembangan kejiwaan atau mental yang baik pula pada si anak, sedangkan lingkungan yang negatif membuat si anak mudah meniru dan terpengaruh oleh perbuatan-perbuatan yang menyimpan dari lingkungan. Walaupun bukan berarti bahwa anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang positif tidak akan menjadi penjahat, namun harus diakui bahwa peniruan dalam masyarakat memang mempunyai pengaruh yang besar sekali. Walaupun setiap kehidupan manusia bersifat khas sekali, dapat disetujui, bahwa banyak orang dalam kebiasaan hidupnya dan pendapatnya mengikuti keadaan lingkungan dimana mereka hidup. Kondisi lingkungan yang tidak mendukung,akan mempengaruhi anak dalam perkembangan yang menuju arah negatif dan dampaknya, anak akan menjadi korban maupun anak menjadi pelaku kriminal.
a. Permasalah dilingkungan Sekolah
Terkait dengan permasalah anak
dalam dunia pendidikan khususnya sekolah dasar,kita sering mendengar banyak
sekali kasus-kasus anak yang melakukan pelanggaran. Namun ironisnya,kebanyakan
kasus yang terjadi,justru dilakukan oleh guru. Hal ini tentu menjadi tanda
tanya bagi kita,mengapa justru guru yang melakukan kekerasan terhadap
anak-anaknya? Sosok yang seharusnya membimbing siswa-siswinya untuk mempunyai
perilaku yang baik,justru memberikan contoh yang sebaliknya.
Banyak kasus kekerasan terhadap siswa yang dilakukan oleh guru konon dilakukan dalam rangka siswa-siswi yang melakukan kesalahan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah “adakah hukuman yang tidak mengandung unsur kekerasan fisik,tetapi tetap efektif untuk membenahi perilaku salah siswa?”
Hal lain yang juga menjadi permasalahan adalah disuatu sisi,siswa dihukum sedemikian rupa atas kesalahan yang dilakukannya,tetapi disisi lain siswa tidak mendapatkan penghargaan positif dari perilaku positif siswa. Dalam hal ini ada sebuah analogi yang dapat digunakan yaitu “saat kita memelihara tanama”. Biasanya yang kita lakukan adalah hanya memangkas ranting-ranting yang tidak teratur dan patah namun kita tidak menyirami dan memupuknya dengan baik. Jika hal ini yang kita lakukan,tentunya tanaman kita tersebut tidak dapat tumbuh dengan baik.dalam hal ini,pemangkasan dianalogikan sebagai penghukuman,sementara pemupukan dan penyiraman adalah penghargaan dari guru.Dengan demikian,kita bisa membayangkan bagaimana jika siswa hanya mendapat hukuman terus-menerus dan tidak pernah dipupuk serta disiram dengan penghargaan positif dari guru,tentu yang terjadi adalah”Ketidakseimbangan dalam perkembangan psikisnya”.
Banyak kasus kekerasan terhadap siswa yang dilakukan oleh guru konon dilakukan dalam rangka siswa-siswi yang melakukan kesalahan. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah “adakah hukuman yang tidak mengandung unsur kekerasan fisik,tetapi tetap efektif untuk membenahi perilaku salah siswa?”
Hal lain yang juga menjadi permasalahan adalah disuatu sisi,siswa dihukum sedemikian rupa atas kesalahan yang dilakukannya,tetapi disisi lain siswa tidak mendapatkan penghargaan positif dari perilaku positif siswa. Dalam hal ini ada sebuah analogi yang dapat digunakan yaitu “saat kita memelihara tanama”. Biasanya yang kita lakukan adalah hanya memangkas ranting-ranting yang tidak teratur dan patah namun kita tidak menyirami dan memupuknya dengan baik. Jika hal ini yang kita lakukan,tentunya tanaman kita tersebut tidak dapat tumbuh dengan baik.dalam hal ini,pemangkasan dianalogikan sebagai penghukuman,sementara pemupukan dan penyiraman adalah penghargaan dari guru.Dengan demikian,kita bisa membayangkan bagaimana jika siswa hanya mendapat hukuman terus-menerus dan tidak pernah dipupuk serta disiram dengan penghargaan positif dari guru,tentu yang terjadi adalah”Ketidakseimbangan dalam perkembangan psikisnya”.
Diindonesia Kasus kekerasan
terhadap anak meningkat dari 1.626 kasus pada Januari-Juni 2008 menjadi 1891
kasus pada Januari-Juni 2009. Jumlah tersebut dihitung berdasarkan laporan yang
masuk ke Komisi Nasional Perlindungan Anak, tetapi jumlah tersebut tidak
sesignifikan bila dibandingkan dengan kasus kekerasan terhadap anak yang
sebenarnya terjadi di lapangan.
“Dari 1.891 kasus pada tahun 2009 ini terdapat 891 kasus kekerasan di lingkungan sekolah,” kata Direktur Nasional World Vision Indonesia Trihadi Saptoadi di Jakarta, Kamis 23 Juli 2009.
“Dari 1.891 kasus pada tahun 2009 ini terdapat 891 kasus kekerasan di lingkungan sekolah,” kata Direktur Nasional World Vision Indonesia Trihadi Saptoadi di Jakarta, Kamis 23 Juli 2009.
1.
Berikut beberapa contoh
kasus yang mewarnai dunia SD:
Desember 2008
Seorang guru sekaligus kepala sekolah sebuah SD Negeri di Batam menendang siswa saat apel pagi, hanya karena terlambat.
Seorang guru sekaligus kepala sekolah sebuah SD Negeri di Batam menendang siswa saat apel pagi, hanya karena terlambat.
Februari 2009
Seorang Guru SD 001 Kecamatan Limapuluh, Pekan Baru yang berinisial HNB men-jewer dan menampar berkali-kali di depan kelas, Heriyandi dan Muhammad Dzaki murid kelas IIC, hanya karena mereka tidak bisa menghapal tugas dari gurunya.
Maret 2009
Seorang Guru Komputer Sekolah
Luar Biasa (SLB) di Medan Sumatera Utara yang bernama Aliyusar menampar wajah
muridnya Muhammad Iqbal, hanya karena Iqbal bertanya alasan penghapusan file
miliknya di computer sekolah.
Februari 2012
Kasus penganiayaan terhadap seorang anak yatim yang masih duduk di
bangku SD oleh oknum guru agama di Wonogiri telah masuk ke dalam ranah hukum.
Kamis, 21 Februari 2013, 15:27 WIB VIVAnews - Kekerasan guru terhadap murid kembali terjadi. Seorang siswa sekolah dasar terganggu pendengarannya setelah mendapatkan pukulan dari sang guru.
Contoh-contoh kasus kekerasan di atas hanyalah sebagian kecil dari jumlah kasus kekerasan di dunia pendidikan yang sebenarnya terjadi di lapangan.
Kekerasan sepertinya merupakan bagian yang tak terpisahkan dari dunia pendidikan di Indonesia. Dengan alasan pendidikan (dengan tujuan untuk mendidik kedisiplinan) guru melakukan tindak kekerasan terhadap muridnya.
Pasal 60 ayat 1 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM menegaskan “Setiap anak berhak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya.” Selain itu seharusnya “Setiap anak berhak mencari, menerima, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat intelektualitas dan usianya demi pengembangan dirinya sepanjang sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan.” Tetapi anak-anak yang seharusnya diajar disekolah malah dihajar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab entah itu dari kalangan guru maupun dari kalangan siswa sendiri.
2.
Jenis-Jenis
Hukuman Yang Sering Dialami Anak SD
Seperti yang telah disebutkan
sebelumnya bahwa menghukum yang tidak tepat(menghukum dengan cara yang salah)
sering kali berdampak negatif pada siswa. Pada dasarnya hukuman itu ada
dua,yaitu jukuman langsung dan hukuman tidak langsung. Hukuman langsung
merupakan tindakan yang diberikan kepada siswa setelah memunculkan perilaku
negatif,sedangkan hukuman tidak langsung merupakan hukuman yang tidak secara
langsung diarahkan sebagai bentuk hukuman kepada siswa,tetapi lebih bersifat
sindiran,bahan renungan,dan sumber pelajaran bagi siswa.
Hukuman banyak sekali yang bersifat negatif,dan susahnya adalah masih banyak guru yang masih setia dan memilih jenis hukuman negatif ini untuk siswa-siswi mereka.
Beberapa contoh Hukuman negatif yang sering dilakukan terhadap anak yaitu:
a. Ditampar f. Paparan suara keras
b. Dicubit g. Gelitik panjang
c. Dipukul h. Dijambak
d. Kejut Listrik i. Dilempar dengan benda
e. Bak mandi dingin j. Dan lain-lain
Hukuman banyak sekali yang bersifat negatif,dan susahnya adalah masih banyak guru yang masih setia dan memilih jenis hukuman negatif ini untuk siswa-siswi mereka.
Beberapa contoh Hukuman negatif yang sering dilakukan terhadap anak yaitu:
a. Ditampar f. Paparan suara keras
b. Dicubit g. Gelitik panjang
c. Dipukul h. Dijambak
d. Kejut Listrik i. Dilempar dengan benda
e. Bak mandi dingin j. Dan lain-lain
3.
Faktor-Faktor
Penyebab Guru Menghukum/melakukan kekerasan kepada Siswa
a. Warisan Generasi Sebelumnya
Hal ini adalah hal yang sangat mendasar dan banyak sekali terjadi ditengah-tengah kita.Guru dan orang tua merasa kesulitan melepaskan diri dari perilaku menghukum,disebabkan oleh proses belajar sosial yang sudah terbentuk optimal pada lingkungannya.
perilaku menghukum ini seperti sudah terstruktur dan mendarah daging sehingga ada anggapan bahwa kalau guru tidak menghukum,berarti guru itu tidak tegas dan membiarkan dirinya”diinjak-injak” oleh siswa. Hal ini adalah prinsip yang salah,namun ternyata masih ada yang merasa seperti itu.
Hal ini adalah hal yang sangat mendasar dan banyak sekali terjadi ditengah-tengah kita.Guru dan orang tua merasa kesulitan melepaskan diri dari perilaku menghukum,disebabkan oleh proses belajar sosial yang sudah terbentuk optimal pada lingkungannya.
perilaku menghukum ini seperti sudah terstruktur dan mendarah daging sehingga ada anggapan bahwa kalau guru tidak menghukum,berarti guru itu tidak tegas dan membiarkan dirinya”diinjak-injak” oleh siswa. Hal ini adalah prinsip yang salah,namun ternyata masih ada yang merasa seperti itu.
b. Keterbatasan guru pada ilmu psikologi
perkembangan anak
Dr. Encok Mulyasa menyebutkan dalam bukunya bahwa salah satu fungsi guru adalah sebagai konselor dan psikolog bagi siswanya sehingga seorang guru harus memahami teori dan praktik psikologi perkembangan siswa. Guru yang memiliki pengetahuan psikologi siswa tentu akan berpikir sekian kali untuk memberikan perlakuan negatif,karena ilmu berbanding lurus dengan perilaku.
Dr. Encok Mulyasa menyebutkan dalam bukunya bahwa salah satu fungsi guru adalah sebagai konselor dan psikolog bagi siswanya sehingga seorang guru harus memahami teori dan praktik psikologi perkembangan siswa. Guru yang memiliki pengetahuan psikologi siswa tentu akan berpikir sekian kali untuk memberikan perlakuan negatif,karena ilmu berbanding lurus dengan perilaku.
c. Minimnya Kreativitas pendekatan Guru
Guru yang kratif tentu akan memiliki beragam cara untuk membuat siswanya belajar dengan baik,tanpa harus cepat-cepat meberikan hukuman.
Guru yang kratif tentu akan memiliki beragam cara untuk membuat siswanya belajar dengan baik,tanpa harus cepat-cepat meberikan hukuman.
d. Sistem Sekolah
Banyak
guru yang mengeluh bahwa dalam mengahadapi jumlah siswa yang terlampau banyak
dalam kelas,pemberian hukuman adalah jalan satu-satunya agar siswa mau tertib
dan menuntaskan tugas-tugasnya. Hal ini berkaitan dengan sistem sekolah.jika
sekolah berhasil membangun sistem mendidik tanpa menghardik,sejak
awal,kemungkinan lanjutannya adalah para guru dan semua orang yang terlibat dalam
sekolah itu akan memberikan pelayanan yang terbaik untuk para siswa.
e. Faktor genetika
Menurut
Faud Nasori dalam jurnal ilmiahnya menyebutkan bahwa faktro genetika individu
memiliki peran yang cukup penting dalam keputusan menghukum atau tidak
menghukum siswa,guru-guru yang terlahir dari orang tua yang cenderung
agresif,tentunya mamiliki kemungkinan untuk bertindak yang sama seperti yang
diajarkan guru atau orang tuanya dulu.perilaku ini bersifat turunan dan dalam
psikologi sering disebut sebagai “trait” yaitu perilaku bawaan dari orang tua.
b. Permasalah
dilingkungan Masyarakat
Kasus-kasus hukum
yang menjerat anak tidak terlepas dari persoalan besar di lingkungan
keluarga, tetangga, teman sebaya (peers group), maupun lingkungan
sekolahnya. Tidak ketinggalan faktor kemudahan akses teknologi informasi
memiliki andil besar atas terjadinya kondisi yang dialami sebagian besar
anak-anak kitasekarang ini.
Terpasungnya hak
anak, dimana mereka kerap diposisikan sebagai subyek penyebab
beragam kasus kejahatan, subyek masalah kekerasan fisik (tawuran), maupun
subyek masalah narkotika. Di sisi lain, menjadi obyek
eksploitasi dan pelecehan seks. Merujuk fakta pemberitaan
media, terungkap betapa rentannya posisi anak untuk tercerabut hak-haknya
di lingkungan tempat tinggalnya.
Banyak fakta berita yang
mengungkap permasalahan anak dari perspektif hukum, hakdasar, dan
konstelasi pemicu dan pemacu ragam kasus anak yang menggambarkanbetapa
eksistensi anak menjadi hal yang amat sangat serius. Gambaran yang terekam
dan terekspose media - cetak maupun online - mempertegas
bahwa masih banyak dijumpai kasus-kasus factual yang mewakili
sebagian besar dari kondisi anak bangsa. Dimana mereka yang masih
berusia anak telah berurusan dengan hukum dan termarjinal dari hak-hak dan
peranannya sebagai anak.
Menurut KPAI memantau sebanyak 919 kasus, diantaranya 216 kasus
kekerasan seksual.Hal ini dapat dilihat dari data secara umum bahwa jumlah
penduduk Indonesia sebanyak 237,637 juta jiwa, sebanyak 85,7 juta di antaranya
anak. Sekitar 40.000 anak yang dieksploitasi secara seksual baik karena korban
trafiking maupun dilacurkan.Sekitar 2,5 juta anak korban kekerasan baik fisik,
psikis, seksual maupun social dan 4,5 juta anak dipekerjakan. Sebanyak 3 juta anak melakukan pekerjaan bahaya. (web
UNICEF, 11/4/2010). Kementerian Sosial menyebutkan terdapat 4,8 juta anak
terlantar.
Sementara itu,Menurut data Komisi Nasional Perlindungan Anak yang
dilansir oleh Tempo online menyebutkan, bahwa tercatat 788 anak terjerat
permasalahan hukum selama periode Januari hingga Juli 2012.
Dari 788 kasus tersebut, kasus pencurian menjadi kasus terbanyak anak berhadapan dengan hukum yang berjumlah 312 kasus. Disusul kemudian dengan kasus kekerasan 128 kasus, kasus penggunaan senjata tajam 119 kasus, penyalahgunaan narkoba 79 kasus, perjudian 37 kasus, pelecehan seksual 24 kasus, pembunuhan 6 kasus, dan penculikan sebanyak 2 kasus.
Ada pun proporsi jenis kelaminnya adalah 759 anak laki-laki berhadapan dengan hukum dan anak perempuan sebanyak 29 anak.
Dari pantauan Komnas Perlindungan Anak, menyebutkan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum harus berada di kursi pesakitan akibat melakukan berbagai jenis kejahatan, seperti pencurian, kekerasan, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan lainnya. Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist M. Sirait mengatakan; kemiskinan telah menjadi akar utama permasalahan anak berhadapan dengan hukum dalam konferensi pers di kantornya Senin, 23 Juli 2012. Sumber:http://tempo.co/read/news/2012/07/23/173418693/Komnas-Anak-788-Anak-Terjerat-Hukum.
Dari 788 kasus tersebut, kasus pencurian menjadi kasus terbanyak anak berhadapan dengan hukum yang berjumlah 312 kasus. Disusul kemudian dengan kasus kekerasan 128 kasus, kasus penggunaan senjata tajam 119 kasus, penyalahgunaan narkoba 79 kasus, perjudian 37 kasus, pelecehan seksual 24 kasus, pembunuhan 6 kasus, dan penculikan sebanyak 2 kasus.
Ada pun proporsi jenis kelaminnya adalah 759 anak laki-laki berhadapan dengan hukum dan anak perempuan sebanyak 29 anak.
Dari pantauan Komnas Perlindungan Anak, menyebutkan bahwa anak yang berhadapan dengan hukum harus berada di kursi pesakitan akibat melakukan berbagai jenis kejahatan, seperti pencurian, kekerasan, perjudian, penyalahgunaan narkotika dan lainnya. Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist M. Sirait mengatakan; kemiskinan telah menjadi akar utama permasalahan anak berhadapan dengan hukum dalam konferensi pers di kantornya Senin, 23 Juli 2012. Sumber:http://tempo.co/read/news/2012/07/23/173418693/Komnas-Anak-788-Anak-Terjerat-Hukum.
1. Beberapa
contoh kasus hukum yang melibatkan anak SD
Ø Beberapa contoh kasus permasalahan anak
berhadapan dengan hukum dapat dilihat pada kasus-kasus
yang dialami MS di Depok dalam kasus pembunuhan;
Ø kasus DW, 14 tahun, bocah
penjambret Rp 1.000,- dimana Hakim menyatakan DW tidak pantas dihukum
dengan penahanan;
Ø Kasus
anak tusuk anak ini dilakukan tersangka AM (13), siswa kelas 6 SDN I Cinere,
Depok, Jawa Barat terhadap temannya sendiri, Syaiful (13). Tersangka kini
menempati ruang tahanan berukuran 3 x 4 di rumah tahanan khusus anak di
Mapolsek Beji, Depok, Jawa Barat.
Ø pendakwaan
10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tangerang terhadap 10 anak SD yang
hanya karena diduga melakukan kasus judi koin di halaman parkir Bandara
Soekarno Hatta, Jakarta.
Ø Aparat
Kepolisian Polsekta Bontoala juni 2012 masih menahan empat orang anak dibawah
umur yang tersangkut kasus pidana pencurian yang sempat kabur dari tahanan
beberapa waktu lalu.
Selain kasus-kasus diatas,masih banyak
kasus-kasus lain yang menimpa anak dibawah umur yang diberlakukan secara
kasar,antara lain :kasus pemerkosaan anak,perdagangan anak,penyiksaan anak
dan kasus kekerasan terhadap anak lainnya.
2. Jenis-Jenis Kekerasan
a.
Kontak fisik
(memukul,mendorong,mencubit,mencakar,termasuk memeras dan merusak barang-barang
yang dimiliki orang lain)
b.
Kontak verbal langsung
(mangacam,mempermalukan,merendahkan,mencela,mengintimidasi,memberi panggilan
nama yang buruk,mengejek)
c.
Perilaku nonvebal langsung(melihat dengan
sinis,menjulurkan lidah,menampilkan ekspresi wajah yang merendahkan,atau
mengancam)
d.
Perilaku nonvebal tidak langsung(mendiamkan
sesorang,memanipulasi persahabatan/suatu hubungan hingga retak,sengaja
mengucilkan atau mengabaikan.)
e.
Pelecehan seksual
3. Apa yang
Dilakukan Terhadap Anak yang berhadapan Dengan Hukum?
Selama ini sistem peradilan(cryminal justice system) di indonesia
menganut proses pro justicia mulai dari penyelidikan,penuntutan dan
persidangan dipengadilan.sistem kekuasaan kehakiman diindonesia, pengadilan
anak berada dibawa lingkup peradilan umum.secara faktual,anak nakal yang
melakukan kejahatan akan mengalami proses peradilan pidana yang dapat diartikan
secara luas yaitu meliputi: sebelum
disidang pengadilan,selama disidang
pengadilan dan setelah sidang
pengadilan. Selama proses ini,tidak jarang si anak harus langsung ditahan,artinya
anak belum memiliki ketetapa hukum atas perkaranya.sehingga diasumsikan si-anak
membutuhkan perlindungan khusus(children
in need of special protection) tanpa adanya perlindungan terhadap
anak,anak-anak yang melakukan kejahatan akan berpotensi menjadi penjahat
besar.padahal anak adalah penerus cita-cita bangsa.
Menurut Apong Herlina,pada saat anak menjalani proses peradilan,terutama anak-anak yang ditahan maka pada saat itulah seorang mengalami penderitaan yang berkepanjangan.penderitaan tidak hanya terjadi selama menjalani proses peradilan tapi juga setelah selesai melewatinya.
Menurut Apong Herlina,pada saat anak menjalani proses peradilan,terutama anak-anak yang ditahan maka pada saat itulah seorang mengalami penderitaan yang berkepanjangan.penderitaan tidak hanya terjadi selama menjalani proses peradilan tapi juga setelah selesai melewatinya.
Banyak anak-anak berkonflik
dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan yang diajukan
melalui mekanisme Sistem Peradilan Pidana Anak (SPP Anak).
Kita sering mendengar bahwa hasil
pengadilan mengecewakan dan kita tidak melihat suatu perlakuan yang positif dan
bermanfaat SPP Anak. Meskipun sudah ada berbagai perangkat hukum, tampaknya
tidak cukup membawa perubahan berarti bagi nasib anak-anak yang berkonflik
dengan hukum.
Beberapa studi menunjukkan bahwa mereka mendapat perlakuan yang buruk bahkan
kadang-kadang lebih buruk dari perlakuan terhadap orang dewasa pada suatu
situasi yang sama.
Perlakuan buruk ini tidak hanya
terjadi di Rumah Tahanan (Rutan) atau Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) namun
tindak kekerasan terhadap mereka sering dialami sejak berada di kantor polisi
dengan alasan kekerasan sering menjadi
bagian dari upaya untuk memperoleh pengakuan dari korban.
Banyak sekali kasus “ketidakadilan
perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum,diantaranya:
a.
Tidak jarang anak ditahan bersama dengan tahanan
orang dewasa,akibatnya anak sering
menjadi korban kekerasan.
b.
Anak ditahan dan menjalani hukuman dalam waktu lama
sehingga anak kehilagan kesempatan untuk sekolah.pada saat bebas mereka harus
menanggung beban karena malu serta ditolak dari sekolah karena dianggap
kriminal.
c.
Tidak jarang anak yang diberlakukan secara kasar
baik dirutan maupun dikantor polisi. Kecenderungan anak
ditampar,ditarik,ditendang,membersihkan mobil polisi,membersihkan kamar mandi, disetrum, diinjak, bentuk kekerasan lain berupa tindakan memaksa anak dan lain sebagainya.
4. Pandangan Perlakuan Hukum Terhadap Anak Dari Segi Psikologi
a.
Seto
Mulyadi (kak Seto)
Psikolog Anak sekaligus Ketua Komnas PA,
Seto Mulyadi berharap istilah Rancangan
Undang-Undang (RUU) Sistem Peradilan Anak diganti dengan RUU Peradilan Anak
yang Berkonflik dengan Hukum. Sebab, anak-anak sendiri tidak bisa dipidana.
"Anak-anak itu hanya korban, mereka bukan pelaku kriminal yang harus dimasukan dalam rutan bersama dengan orang dewasa," kata Seto kepada wartawan setelah pertemuan tokoh HAM dengan Ketua DPD, Irman Gusman, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/2).
Menurutnya, kewenangan untuk mengatasi anak-anak yang bermasalah semestinya berada di bawah pengawasan Kementerian Sosial (Kemsos) bukan Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham). "Nanti di Kemsos disediakan panti rehabilitasi dan perlindungan. Tapi bisa juga diserahkan ke pihak orangtua anak tersebut. Intinya, jangan dimasukan penjara, karena penjara bukan untuk anak-anak," tegasnya.
Dia (Kak Seto) mengaku pernah bertanya ke sejumlah anak yang berada di rutan, apakah mereka mau menjadi polisi? "Anak-anak itu tidak ada yang mau jadi polisi, tapi jadi tentara. Alasannya, mereka mau tembak polisi," ungkap Seto.
Dia menjelaskan, bahwa anak-anak yang ditanyakannya itu seperti mempunyai dendam terhadap polisi. "Hal itu sangat disayangkan sekali. Padahal 25 tahun lalu saya ciptakan lagu polisi sahabat anak. Kami bangga polisi Indonesia. Tapi, orangtua mereka sekarang bertanya, apa kami bisa cintai polisi yang menyiksa anak-anak," jelasnya.
Ditambahkannya, pihak kepolisian harus memberi perhatian terhadap sejumlah kasus kekerasan terhadap anak. "Banyak kasus kekerasan yang anak-anak itu jadi korbannya. Mereka n. Meski ada juga polisi yang baik dengan mengupayakan cara penyelesaian yang baik. Karena itu, mohon di akademi kepolisian ditekankan hak terhadap anak," harapnya.
Dia menuturkan, peran DPD sebagai penampung suara masyarakat di luar DPR harus memperhatikan masalah hak anak.
"Mohon kiranya betul-betul disampaikan ke pihak pengambil kebijakan. Karena kalau tidak, sayang sekali kalau DPD tidak ada fungsingnya sebagai penyambung lidah rakyat," tandasnya. [CKP/L-9]
"Anak-anak itu hanya korban, mereka bukan pelaku kriminal yang harus dimasukan dalam rutan bersama dengan orang dewasa," kata Seto kepada wartawan setelah pertemuan tokoh HAM dengan Ketua DPD, Irman Gusman, di Gedung DPR, Jakarta, Senin (13/2).
Menurutnya, kewenangan untuk mengatasi anak-anak yang bermasalah semestinya berada di bawah pengawasan Kementerian Sosial (Kemsos) bukan Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham). "Nanti di Kemsos disediakan panti rehabilitasi dan perlindungan. Tapi bisa juga diserahkan ke pihak orangtua anak tersebut. Intinya, jangan dimasukan penjara, karena penjara bukan untuk anak-anak," tegasnya.
Dia (Kak Seto) mengaku pernah bertanya ke sejumlah anak yang berada di rutan, apakah mereka mau menjadi polisi? "Anak-anak itu tidak ada yang mau jadi polisi, tapi jadi tentara. Alasannya, mereka mau tembak polisi," ungkap Seto.
Dia menjelaskan, bahwa anak-anak yang ditanyakannya itu seperti mempunyai dendam terhadap polisi. "Hal itu sangat disayangkan sekali. Padahal 25 tahun lalu saya ciptakan lagu polisi sahabat anak. Kami bangga polisi Indonesia. Tapi, orangtua mereka sekarang bertanya, apa kami bisa cintai polisi yang menyiksa anak-anak," jelasnya.
Ditambahkannya, pihak kepolisian harus memberi perhatian terhadap sejumlah kasus kekerasan terhadap anak. "Banyak kasus kekerasan yang anak-anak itu jadi korbannya. Mereka n. Meski ada juga polisi yang baik dengan mengupayakan cara penyelesaian yang baik. Karena itu, mohon di akademi kepolisian ditekankan hak terhadap anak," harapnya.
Dia menuturkan, peran DPD sebagai penampung suara masyarakat di luar DPR harus memperhatikan masalah hak anak.
"Mohon kiranya betul-betul disampaikan ke pihak pengambil kebijakan. Karena kalau tidak, sayang sekali kalau DPD tidak ada fungsingnya sebagai penyambung lidah rakyat," tandasnya. [CKP/L-9]
b. Mustofa
Menurut Mustofa, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak dalam periode usianya yang masih muda disebut sebagai kenakalan, karena dianggap tindakan pelanggaran tersebut dilakukan dengan tanpa adanya kesadaran penuh bahwa tindakan tersebut salah. Istilah kenalkalan juga dipergunakan untuk menyebut tindakan yang bila dilakukan oleh orang dewasa tidak mengandung konsekuensi hukum , tetapi tindakan-tindakan tersebut belum pantas dilakukan oleh anak yang belum mencapai usia dewasa.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh anak untuk melakukan tindak pidana tidak sama dengan orang dewasa. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan kenakalan atau delinkuensi.Delinkuensi anak memberikan kekhususan bentuk kejahatan yang dilakukan seorang anak sebagai sebab-dari faktor-faktor kejahatan dan pelanggaran yang terdapat dalam diri anak itu sendiri atau faktor lingkungan sosial tempat anak itu berada. Berbagai bentuk penyimpangan prilaku sosial anak dan akan menjadi objek delinkuensi anak yang potensial manakala faktor-faktor penyimpangan tersebut tidak mendapat reaksi dari kepentingan hukum nasional, khususnya mengenai hukum pidana dan acara pidana.
Menurut Mustofa, pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh anak-anak dalam periode usianya yang masih muda disebut sebagai kenakalan, karena dianggap tindakan pelanggaran tersebut dilakukan dengan tanpa adanya kesadaran penuh bahwa tindakan tersebut salah. Istilah kenalkalan juga dipergunakan untuk menyebut tindakan yang bila dilakukan oleh orang dewasa tidak mengandung konsekuensi hukum , tetapi tindakan-tindakan tersebut belum pantas dilakukan oleh anak yang belum mencapai usia dewasa.
Sebenarnya apa yang dilakukan oleh anak untuk melakukan tindak pidana tidak sama dengan orang dewasa. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak merupakan kenakalan atau delinkuensi.Delinkuensi anak memberikan kekhususan bentuk kejahatan yang dilakukan seorang anak sebagai sebab-dari faktor-faktor kejahatan dan pelanggaran yang terdapat dalam diri anak itu sendiri atau faktor lingkungan sosial tempat anak itu berada. Berbagai bentuk penyimpangan prilaku sosial anak dan akan menjadi objek delinkuensi anak yang potensial manakala faktor-faktor penyimpangan tersebut tidak mendapat reaksi dari kepentingan hukum nasional, khususnya mengenai hukum pidana dan acara pidana.
5. Faktor Penyebab Anak melakukan Tindakan
Kriminal
a. Lingkungan
Kasus-kasus hukum yang menjerat anak tidak terlepas dari persoalan besar di lingkungan keluarga, tetangga, teman sebaya (peers group), dan sekolah, maupun faktor kemudahan akses teknologi informasi yang massif dengan filterisasi yang masih lemah, baik di dalam keluarga maupun pemerintah.
Kasus-kasus hukum yang menjerat anak tidak terlepas dari persoalan besar di lingkungan keluarga, tetangga, teman sebaya (peers group), dan sekolah, maupun faktor kemudahan akses teknologi informasi yang massif dengan filterisasi yang masih lemah, baik di dalam keluarga maupun pemerintah.
b. Tekanan Ekonomi
Anak yang berlatar keluarga miskin dan mengalami ketimpangan sosial cenderung tidak dapat berpikir rasional, utamanya ketika ia menginginkan kemapanan yang sama seperti orang-orang yang ia lihat sehari-hari. Selain itu, perilaku negatif anak sebagai dampak dari melemahnya kontrol sosial terhadap proses pengasuhan dalam keluarga,sekolah maupun masyarakat masih jelas terasa hingga kini.
Anak yang berlatar keluarga miskin dan mengalami ketimpangan sosial cenderung tidak dapat berpikir rasional, utamanya ketika ia menginginkan kemapanan yang sama seperti orang-orang yang ia lihat sehari-hari. Selain itu, perilaku negatif anak sebagai dampak dari melemahnya kontrol sosial terhadap proses pengasuhan dalam keluarga,sekolah maupun masyarakat masih jelas terasa hingga kini.
c.
Gangguan Psikologi(faktor dari dalam diri)
anak yang mengalami gangguan psikologi dapat bertindak
melakukan hal-hal yang diluar nalarnya tanpa memikirkan dampaknya. Gangguan
psikologi ini dapat berbentuk: trauma akibat masalalu,dendam,emosi yang tidak
stabil atau faktor kelainan sejak lahir.
C.
Dampak
Kekerasan Terhadap Anak.
Ø
Menurut Ilmu Psikologi Semakin
muda usia seorang anak mengalami kekerasan fisik, semakin besar kesannya dan
kemudian akan semakin besar dampaknya. Hal ini jelas sekali terutama bila
kekerasan berlanjut sepanjang kehidupan anak.selain itu Hubungan si anak dengan
pelaku juga sangat menentukan “bila si anak mempunyai hubungan sangat dekat
dengan pelaku, perasaan penghianatan akan semakin besar”; orang yang
diharapkan bisa melindungi justru menyakiti anak tersebut.
Ø
Menurut Ilmu Psikologi
Anak,mengatakan bahwa didalam otak kita dan anak kita,ada bagian yang disebut
“Limbik” sebagai pengatur rasa nyaman dan ketenagan bagi anak.namun,fungsi
limbik ini tidak optimal jika anak selalu dalam keadaan cemas dan takut karena
Kekerasan/hukuman.ketakutan itu akan mempengaruhi bagian korteks dalam otaknya
yang kemudian berpengaruh pada kemampuan berpikir,kemampuan
menganalisis,kemampuan memecahkan masalah,dan kemampuan mengambil keputusan.
Sehingga anak yang merasa terancam akan cenderung cepat memutuskan tindakan
angresif walau berakibat merugikan dirinya sendiri karena ia terbiasa berpikir
pendek sehingga hasilnya adalah:
Anak emosional, menolak mencoba hal-hal baru, takut salah dan menghindar anak akan menyerang diri sendiri, baik secara fisik (melukai diri sendiri) atau secara emosional ( menyalahkan diri sendiri)
seperti ketika anak melawan orang lain.
Anak emosional, menolak mencoba hal-hal baru, takut salah dan menghindar anak akan menyerang diri sendiri, baik secara fisik (melukai diri sendiri) atau secara emosional ( menyalahkan diri sendiri)
seperti ketika anak melawan orang lain.
Ø
Trauma yang cukup panjang
Dampak hukuman pada trauma anak cukup besar. Orang tua,guru atau pihak lain yang tidak selektif memberikan hukuman kepada anak,bisa berdampak trauma panjang bagi siswa. Sebagai contoh : mungkin banyak ditemukan disekeliling kita tentang anak-anak yang tidak lagi bersemangat melanjutkan sekolah karena kecewa dengan perlakuan gurunya. Lebih paranya anak mengalami trauma yang panjang karena suatu kekerasan,anak akan merasa takut walau hanya mendengar langkah kaki,suara,atau takut melihat orang lain yang berpenampilan mirip dengan sosok yang memperlakukannya secara kasar.
Dampak hukuman pada trauma anak cukup besar. Orang tua,guru atau pihak lain yang tidak selektif memberikan hukuman kepada anak,bisa berdampak trauma panjang bagi siswa. Sebagai contoh : mungkin banyak ditemukan disekeliling kita tentang anak-anak yang tidak lagi bersemangat melanjutkan sekolah karena kecewa dengan perlakuan gurunya. Lebih paranya anak mengalami trauma yang panjang karena suatu kekerasan,anak akan merasa takut walau hanya mendengar langkah kaki,suara,atau takut melihat orang lain yang berpenampilan mirip dengan sosok yang memperlakukannya secara kasar.
Ø
Beban Psikologis
anak mengalami tekanan psikologis dan menganggap dirinya sama jahat dengan para pelaku kriminal dewasa lainnya sehingga mereka diberi cap dan Lebel sebagai “anak Nakal” atau “Narapidana”.
anak mengalami tekanan psikologis dan menganggap dirinya sama jahat dengan para pelaku kriminal dewasa lainnya sehingga mereka diberi cap dan Lebel sebagai “anak Nakal” atau “Narapidana”.
Ø
Pendendam
Banyak anak yang merasa kecewa dengan perilaku kasar yang diperlakukan
kepadanya dan biasanya anak akan menyimpan dendam secara pribadi dalam
dirinya,dan bagi anak tertentu dendam tersebut dapat tersimpan dalam “long term
memori” atau ingatan jangka panjang yang terus menghantuinya.
D.
Penyelesaian
Permasalahan Hukum Yang Berkaitan Dengan Siswa SD
1. Penyelesaian Permasalahan Secara Hukum
a.
Menurut UU No 3 tahun 1997 ( sebelum UU no.23 tahun 2002)
Pemberian hukuman atau sanksi dan proses hukum yang
berlangsung dalam kasus pelanggaran hukum oleh anak memang berbeda dengan kasus
pelanggaran hukum oleh orang dewasa, karena dasar pemikiran pemberian hukuman
oleh negara adalah bahwa setiap warga negaranya adalah mahkluk yang bertanggung
jawab dan mampu mempertanggungjawabkan segala perbuatannya. Sementara anak
diakui sebagai individu yang belum dapat secara penuh bertanggung jawab atas
perbuatannya. Oleh sebab itulah dalam proses hukum dan pemberian hukuman,
(sebagai sesuatu yang pada akhirnya hampir tidak dapat dihindarkan dalam kasus
pelanggaran hukum), anak harus mendapat perlakuan khusus yang membedakannya
dari orang dewasa.
Di Indonesia, penyelenggaraan proses hukum dan peradilan bagi pelanggaran
hukum oleh anak sudah bukan lagi hal baru. Tetapi karena sampai saat ini belum
ada perangkat peraturan yang mengatur mengenai penyelenggaraan peradilan anak
secara menyeluruh, mulai dari penangkapan, penahanan, penyidikan, dan
pemeriksaan di persidangan, sampai dengan sanksi yang diberikan serta
eksekusinya, maka sampai saat ini pelaksanaannya masih banyak merujuk pada
beberapa aturan khusus mengenai kasus pelanggaran hukum oleh anak dalam KUHP
dan KUHAP, serta pada Undang-Undang No.3
tahun 1997 tentang Pengadilan Anak (UU Pengadilan
Anak). Selain itu, pelaksanaan proses peradilan bagi anak juga harus
mengacu pada Konvensi Hak Anak yang telah diratifikasi ke dalam Keputusan
Presiden No. 36 Tahun 1990 (Konvensi Hak Anak), dimana sedikit banyak
telah diakomodir dalam UU Pengadilan Anak.
Khusus mengenai sanksi terhadap anak dalam UU Pengadilan Anak ditentukan
berdasarkan perbedaan umur anak, yaitu bagi anak yang masih berumur 8 (delapan)
sampai 12 (dua belas) tahun hanya dapat dikenakan tindakan, seperti
dikembalikan kepada orang tuanya, ditempatkan pada organisasi sosial, atau
diserahkan kepada Negara, sedangkan terhadap anak yang telah mencapai umur di
atas 12 (dua belas) sampai 18 (delapan belas) tahun dijatuhkan pidana.
Namun pada hakekatnya, segala bentuk penanganan terhadap anak yang
melanggar hukum harus dilakukan dengan memprioritaskan kepentingan terbaik
untuk si anak. Oleh karena itu, keputusan yang diambil Hakim (apabila kasus
diteruskan sampai persidangan) harus adil dan proporsional, serta tidak
semata-mata dilakukan atas pertimbangan hukum, tapi juga mempertimbangkan
berbagai faktor lain, seperti kondisi lingkungan sekitar, status sosial anak,
dan keadaan keluarga. Hal-hal ini dijamin serta diatur dalam UU Pengadilan
Anak. Misalnya adalah pada saat polisi melakukan penangkapan dan pemeriksaan,
ia wajib untuk menghubungi dan mendatangkan seorang petugas Bapas (Balai
Pemasyarakatan, biasa juga disebut PK atau Petugas Kemasyarakatan). Petugas
Bapas berfungsi hampir sama seperti probation
officer. Polisi wajib menyertakan
hasil Litmas (Penelitian Kemasyarakatan) yang dibuat oleh petugas Bapas dalam
Berita Acara Pemeriksaannya. Tanpa Litmas, Jaksa harus menolak BAP dan meminta
kelengkapannya kembali. Litmas ini berisi tentang latar belakang anak secara
keseluruhan, seperti data diri, keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar,
sampai dengan latar belakang kasus, seperti kronologi kejadian, motif, gambaran
mengenai seriusitas kasus, kondisi tersangka, dll.
Litmas juga berisi kesimpulan petugas Bapas tentang kasus yang bersangkutan
dan rekomendasi mengenai disposisi (untuk kasus dewasa disebut vonis) apa yang
terbaik bagi anak. Rekomendasi yang bisa diberikan mulai dari kembali ke orang
tua, pidana bersyarat, pidana dengan keringanan hukuman, pidana sesuai
perbuatan, anak negara, dan anak sipil.
Dalam kasus ini, jika anak ditahan sebaiknya segera ditanyakan apakah ia
telah ditemui oleh seorang petugas Bapas. Dan apakah padanya telah diberikan
haknya untuk tetap memperoleh penasehat hukum, karena petugas Bapas bukanlah
seorang penasehat hukum. Harus diingat, anak berhak memperoleh dan negara wajib
memberikan proses hukum yang cepat.
Apabila pihak korban akan menarik tuntutannya, penyelesaian di luar proses
hukum sangat mungkin untuk dilakukan karena petugas hukum, dalam hal ini
polisi, yang terlibat dalam proses peradilan anak diberi keleluasaan untuk
melakukan diskresi (sewaktu-waktu menghentikan proses hukum) demi kepentingan
anak. Apabila polisi menolak diskresi, sanksi pidana berupa penjara atau
rehabilitasi institusional masih dapat diupayakan untuk diganti dengan program
pembinaan di luar lembaga, kompensasi, atau restitusi bagi korban, yang bisa
diupayakan melalui jalur hukum. Selama proses hukum berlangsung, pihak orang
tua atau wali juga dapat meminta agar anak diberi tahanan luar dengan
memberikan jaminan. Dalam kasus anak, tahanan luar juga dipertimbangkan
mengingat anak masih harus bersekolah.
Belum adanya peraturan yang menyeluruh tentang sistem peradilan anak
sebagaimana disebutkan pada bagian awal membawa implikasi pada belum adanya
polisi khusus anak dan jaksa khusus anak. Yang ada barulah hakim anak, sidang
anak, dan lembaga pemasyarakatan anak. Keterbatasan sistem hukum kita memandang
masalah tindak pidana oleh anak hanya pada urusan pengadilan anak, menyebabkan
pertimbangan yang digunakan oleh petugas yang terlibat masih merupakan
pertimbangan hukum' semata, yang mendasarkan keputusannya pada apakah si anak
bersalah atau tidak sebagai pelanggar hukum, tingkat seriusitas perbuatannya,
dan catatan kriminal yang dimilikinya. Oleh karena itu tidaklah mengherankan
jika sampai saat ini terdapat kenyataan yang memprihatinkan bahwa sebagian
besar kasus pelanggaran hukum oleh anak yang ditangani polisi, diteruskan ke
dalam proses pidana selanjutnya, dan sebagian besar dari kasus yang diproses
tersebut berakhir dengan keputusan pemenjaraan, dimana seharusnya kedua hal
tersebut menjadi alternatif upaya yang paling terakhir.
b.
Pasal-Pasal yang Mengatur tentang Hukuman anak
Terdapat pasal yang
mengatur tentang hukuman anak yang menjadi pelaku pada
tindak pidana yaitu pada pasal 28 B dalam undang undang. Berdasarkan UUD pada
pasal 28B tersebut yang menyatakan”Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup,
tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi” tampak bahwa seorang anak wajib mendapatkan perlindungan atas
hukum yang ada.
Perangkat
Hukum Peradilan Anak
Secara
umum
KUHP Pasal 45-47,
UU nomor 39 tahun 1999 tentang HAM Pasal
66
UU nomor 23 tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak Pasal 16, 17, 18, 59, 64, dan 78
Secara
khusus
UU nomor 8 tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana
UU nomor 3 tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak
Kesepakatan internasional yang
tercantum dalam Aturan Standar Minimum PBB bagi Penyelenggaraan
Pengadilan Anak (UN Standard
Minimum Rules for the Administration of Juvenile Justice) atau
“Beijing Rules” (1985).
c.
Upaya Perlindungan anak Melalui Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 “Tentang Perlindungan Anak”
Anak adalah amanah dan
karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang di dalam dirinya melekat harkat dan martabat
sebagai manusia seutuhnya. Kalimat ini tertuang di dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
1. ketentuan
umum Undang-Undang perlindungan Anak
Pasal
1
Dalam undang-undang
ini yang dimaksud dengan :
1. Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam
kandungan.
2. Perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup,tumbuh,berkembang,danberpartisipasi,
Secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan,serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi.
2. Tujuan Undang-undang perlindungan anak
Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup,tumbuh,berkembang,dan berpartisipasi
secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi,demi terwujudnya anak indonesia
yang berkualitas,berakhlak mulia dan sejahtera.
Bagaimanapun anak bukanlah Miniatur orang
dewasa,anak mempunyai ciri dan karaktristik tersendiri,sehingga harus
diperlakukan secara berbeda atau istimewa pula,harus tetap diperhatikan
hak-haknya,kelangsungan hidupnya dimasa depan dan juga harus memperhatikan
kepentingan terbaik bagi anak. Demikian juga dalam Undang-undang nomor 23
tahun2002 tentang Perlindungan Anak dalam Pasal 64 Ayat 1 yangmenyatakan bahwa
anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana merupakan
kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat.
Pada Pasal 64 Ayat 2 disebutkan
bahwa perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum dilaksanakan melalui:
1.
Perlakuan atas anak
secara manusiawi sesuai martabat dan hak-hak anak itu sendiri
2.
Penyediaan petugas
pendamping khusus bagi anak sejak dini
3.
Penyediaan sarana dan
prasarana khusus;
4.
Penjatuhan sanksi
yang tepat untuk kepentingan terbaik bagi anak;
5.
Pemantauan dan
pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan
hukum;
6.
Pemberian jaminan
untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua dan keluarga;
7.
Perlindungan melalui
pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi.
Prinsip yang
berhubungan perlindungan hukum pidana pada anak yang akan di
terapkan, dan yang akan di terima oleh anak-anak akan di sesuakan terlebih
dahulu dengan konversi hak-hak anak itu sendiri, dan seperti yang sudah
diratifikasikan pemerintah tepatnya pada tanggal 26 januari 1990 yang lalu yang
di adakan di New York Amerika Serikat yang telah di tegaskan bahwa:
1.
Tidak seorang anak
pun dapat dirampas kemerdekaannya secara melawan hukum atau secara
sewenang-wenang;
2.
Setiap anak
yang dirampas kemerdekaannya akan dipisahkan dari orang dewasa dan berhak
melakukan hubungan dengan keluarganya;
3.
Setiap anak yang
dirampas kemerdekaannya berhak memperoleh bantuan hukum, berhak melawan serta
menentukan dasar hukumnya.
Dan berdasarkan keputusan tersebut maka anak anak
mendapatkan perlindungan hukum khusus untuk melindungi anak anak agar mereka
tetap meraih hak haknya, dan mereka dapat menjadi generasi muda penerus bangsa.
Selain
itu,Penangkapan, penahanan, atau penghukuman seorang anak harus sesuai
dengan hukum, akan diterapkan sebagai upaya terakhir (last resort),
dan untuk jangka waktu yang palingpendek”. Dalam Pasal 37 ayat c KHA dinyatakan
“Setiap anak yang dirampas kemerdekaannya akan diperlakukan secara manusiawi,
dihormati martabat kemanusiaannya, dan dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan
anak seusianya”.
Di Indonesia, hak-hak anak yang
berkonflik dengan hukum diatur di dalam Undang-undang nomor 3 tahun 1997
tentang Pengadilan Anak. Undang-undang mengatur tentang pemeriksaan terhadap
anak yang harus dilaksanakan dalam suasana kekeluargaan.
Setiap anak berhak didampingi
oleh penasihat hukum. Tempat tahanan anak harus terpisah dari tahanan orang
dewasa. Dalam Undang-undang juga disebutkan bahwa penahanan dilakukan setelah
sungguh-sungguh mempertimbangkan kepentingan anakdan atau kepentingan
masyarakat. Hukuman yang diberikan tidak harus di penjara atau tahanan
melainkan dapat berupa hukuman tindakan dengan mengembalikan anak ke orangtua
atau wali.
Jadi, atas dasar
perundang-undangan tersebut, upaya-upaya yang seharusnya dilakukan pada
anak-anak yang berkonflik dengan hukum adalah upaya diversi dan keadilan
restoratif (Restorative Justice).
d.
Berikut
ini beberapa pasal dari 93 pasal dalam Undang-Undang Perlindungan anak.
v pasal
13 Undang-Undang nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak “mengatur bahwa setiap anak selama dalam
pengasuhan orang tua, wali ataupun pihak lain berhak mendapatkan perlindungan
terhadap perlakuan”:
Diskriminasi
Diskriminasi
atau yang dalam pengertian kata yang artinya perbedaan perlakuan adalah sebuah
kata yang sudah tidak asing lagi bagi kita bahkan mungkin kita pernah mengalami
bahkan juga pernah melakukannya. Perlakuan diskriminasi ini sangat tidak
dibenarkan karena merupakan upaya menghambat kesempatan seseorang. Perlakuan
diskriminasi dapat terjadi di lingkungan keluarga, masyarakat bahkan
dilingkungan pemerintahan.
Seperti contoh, di lingkungan
keluarga masih ada perbedaan perlakuan antara anak laki-laki dan perempuan. Di
lingkungan masyarakat masih ada perbedaan perlakuan antara masyarakat biasa dan
masyarakat berkelas serta di lingkungan pemerintah.
Seperti di sekolah masih ada
perbedaan perlakuan antara anak orang miskin dan anak orang kaya atau anak
pejabat. Undang-undang perlindungan anak sangat melarang perlakuan ini bahkan
apabila dapat dibuktikan perlakuan tersebut akan dikenakan sanksi hukum.
Eksploitasi
(baik ekonomi maupun seksual)
Perlakuan
eksploitasi terhadap anak atau pemanfaatan anak untuk kepentingan/ keuntungan
sendiri sering terjadi di mana-mana. Hal ini mungkin disebabkan faktor
kemiskinan akan tetapi perlakuan ini sangat tidak dibenarkan karena merampas
hak-hak anak untuk mendapatkan perlakuan yang baik. Perlakuan eksploitasi
terhadap anak secara ekonomi misalnya anak usia sekolah diharuskan bekerja baik
untuk kebutuhan diri anak sendiri maupun untuk membantu ekonomi orang tuanya.
Kejadian ini banyak terjadi
baik di kota-kota maupun di desa-desa. Perlakuan eksploitasi secara seksual
banyak terjadi di kota-kota di mana banyak pekerja-pekerja seks atau pekerja di
tempat-tempat hiburan masih berusia anak-anak (di bawah 18 tahun) bahkan ada
sampai diperjual belikan oleh sindikat-sindikat tertentu. Perlakuan ini
bertentangan dengan undang-undang perlindungan anak bahkan diancam sanksi hukum
apabila dapat dibuktikan.
Penelantaran
Perlakuan penelantaran sering terjadi di mana orang tua dan masyarakat tidak peduli keadaan dan nasib anak. Hal ini bertentangan dengan undang-undang perlindungan anak dimana anak mendapat perlakuan yang layak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat selaku manusia.
Perlakuan penelantaran sering terjadi di mana orang tua dan masyarakat tidak peduli keadaan dan nasib anak. Hal ini bertentangan dengan undang-undang perlindungan anak dimana anak mendapat perlakuan yang layak agar dapat hidup, tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat selaku manusia.
Kekejaman,
Kekerasan, dan Penganiayaan
Perlakuan kekejaman, kekerasan dan penganiayaan sering terjadi di mana-mana bahkan mungkin dilingkungan kita sendiri. Perlakuan ini menunjukkan bahwa masih banyak orang tua dan masyarakat belum memiliki sifat manusiawi dan sukan melampiaskan kekesalan serta kemarahan dengan anak yang merupakan makhluk lemah.
Perlakuan kekejaman, kekerasan dan penganiayaan sering terjadi di mana-mana bahkan mungkin dilingkungan kita sendiri. Perlakuan ini menunjukkan bahwa masih banyak orang tua dan masyarakat belum memiliki sifat manusiawi dan sukan melampiaskan kekesalan serta kemarahan dengan anak yang merupakan makhluk lemah.
Ketidakadilan
Perlakuan ketidakadilan sering kita jumpai baik di lingkungan kita sendiri maupun melalui pemberitaan di media. Perlakuan ketidakadilan bisa terjadi antara orang tua, guru, masyarakat bahkan pengadilan terhadap anak. Perlakuan ini bertentangan dengan undang-undang perlindungan anak bahkan diancam dengan sanksi hukum.
Perlakuan ketidakadilan sering kita jumpai baik di lingkungan kita sendiri maupun melalui pemberitaan di media. Perlakuan ketidakadilan bisa terjadi antara orang tua, guru, masyarakat bahkan pengadilan terhadap anak. Perlakuan ini bertentangan dengan undang-undang perlindungan anak bahkan diancam dengan sanksi hukum.
v
Pasal 16 undang-Undang No.23 tahun 2002 Tentang Perindungan anak.
1)
setiap anak berhak memperoleh
perlindungan dari sasaran penganiayaan,penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang
tidak manusiawi.
2)
Setiap anak berhak untuk
memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum.
3)
Penangkapan,penahanan,tindak
pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku
dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
v
Pasal 17 undang-undang no.23 tahun 2002 Tentang perlindungan anak
1)
Setiap anak yang dirampas
kebebasannya berhak untuk:
a.
Mendapat perlakuan secara
manusiawi dan penempatannya dipisahkan dari orang dewasa.
b.
Memperoleh bantuan hukum atau
bantuan lainnya secara efektif dalam setiap
tahapan upaya hukum yang berlaku;dan
c.
Membela diri dan memperoleh
keadilan didepan pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang
tertutup untuk umum.
2)
Setiap anak yang menjadi
korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak
dirahasiakan.
v
Dalam Bab III
Ketentuan Pidana Undang-Undang Perlindungan Anak
Pasal 77
Ketentuan Pidana Undang-Undang Perlindungan Anak
Pasal 77
Setiap
orang yang dengan sengaja melakukan tindakan:
a.
Diskriminasi terhadap anak
yang mengakibatkan anak mengalami kerugian,baik materil maupun moril sehingga
menghambat fungsi sosialnya;atau
b.
Penelantaran terhadap anak
yang mengakibatkan anak mengalami sakit atau penderitaan,baik
fisik,mental,maupun sosial,
c.
Dipidana dengan pidana
penjara paling lama 5(lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp.100.000.000
(seratus juta rupiah)
E.
Bagaimana cara memperlakukan Anak?
Undang-undang perlindungan
anak mengatur serta memberikan sanksi hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran
seperti tersebut di atas. Dengan adanya Undang-Undang nomor 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak diharapkan para orang tua dan masyarakat khususnya lembaga-lembaga
yang aktivitasnya berhubungan dengan anak dapat memahami serta melaksanakan
upaya perlindungan anak, agar anak sebagai penerus bangsa dapat terwujud.
Dilihat dari pengertian tersebut diatas,
jelas bahwa dengan terbitnya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak adalah merupakan suatu upaya yang luhur dari
pemerintah dan negara untuk menjamin pengakuan hak azazi manusia yang
pelaksanaannya sejak usia anak.
Pelindungan yang diberikan terhadap anak ini meliputi dari seluruh aspek kehidupan dengan tujuan tidak ada lagi perlakuan yang salah terhadap anak meliputi perlakuan diskriminasi, eksploitasi (baik ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.
Pelindungan yang diberikan terhadap anak ini meliputi dari seluruh aspek kehidupan dengan tujuan tidak ada lagi perlakuan yang salah terhadap anak meliputi perlakuan diskriminasi, eksploitasi (baik ekonomi maupun seksual), penelantaran, kekejaman, kekerasan, penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah lainnya.
Kalau ada anggapan-anggapan bahwa anak adalah
hak orang tua sepenuhnya dan orang lain tak boleh ikut campur itu adalah salah.
Selagi tidak melakukan kekerasan baik fisik maupun mental itu adalah hak orang
tua sepenuhnya. termasuk lembaga yang berkaitan dengan anak seperti sekolah dan
lain-lain.
Upaya–upaya pembentukan disiplin silahkan
dilakukan baik dengan memberikan hukuman-hukuman jera tetapi tidak dengan
melakukan
kekerasan atau kekejaman dengan menimbulkan luka atau cacat baik fisik maupun mental. Karena hal ini bertentangan dengan undang-undang perlindungan anak serta diancam dengan sanksi hukum. Dalam upaya memberi kan pelayanan yang baik dan benar dilakukan upaya-upaya pelayanan ramah anak.
kekerasan atau kekejaman dengan menimbulkan luka atau cacat baik fisik maupun mental. Karena hal ini bertentangan dengan undang-undang perlindungan anak serta diancam dengan sanksi hukum. Dalam upaya memberi kan pelayanan yang baik dan benar dilakukan upaya-upaya pelayanan ramah anak.
Sering
kali kita mendengar keluhan-keluhan baik dari orang tua maupun lembaga-lembaga
yang aktivitasnya berhubungan dengan anak-anak,mereka merasa tidak nyaman dengan adanya
undang-undang tentang perlindungan anak ini, dimana mereka merasa serba salah
dan takut disalahkan apabila melakukan tindakan-tindakan terhadap anak.
Anggapan ini tidaklah benar karena undang-undang perlindungan anak ini pada
prinsipnya tidak menghambat maupun melarang dilakukan penegakan disiplin
terhadap anak, tetapi sepanjang tidak dilakukan secara kekerasan sampai menimbulkan
cacat baik fisik maupun mental tidak dipermasalahkan.
Kenyataan yang terjadi sering kali kita saksikan baik di lingkungan kita sendiri maupun pemberitaan di media tentang kejadian-kejadian yang mengatas namakan pembinaan maupun penegakan disiplin tetapi dilakukan secara brutal di luar kemanusiaan bahkan dengan kejam yang luar biasa bahkan dengan menggunakan benda-benda yang keras untuk memukul. Apakah ini dinamakan pembinaan? Atau penegakan disiplin? Kalau hal ini yang terjadi pastilah kekerasan namanya, dan akan berhadapan dengan undang-undang perlindungan anak melalui sanksi-sanksi hukum.
Kenyataan yang terjadi sering kali kita saksikan baik di lingkungan kita sendiri maupun pemberitaan di media tentang kejadian-kejadian yang mengatas namakan pembinaan maupun penegakan disiplin tetapi dilakukan secara brutal di luar kemanusiaan bahkan dengan kejam yang luar biasa bahkan dengan menggunakan benda-benda yang keras untuk memukul. Apakah ini dinamakan pembinaan? Atau penegakan disiplin? Kalau hal ini yang terjadi pastilah kekerasan namanya, dan akan berhadapan dengan undang-undang perlindungan anak melalui sanksi-sanksi hukum.
2. Penyelesaian Masalah Anak SD Secara Edukatif
Memberikan
hukuman sebenarnya adalah sebuah tindakan yang diambil oleh seseorang (orang
tua,guru,atau pihak lain)untuk menghilangkan perlilaku negatif anak dengan
maksud tindakan hukuman itu memberikan efek jera pada perilaku negatif tersebut
sehingga perilaku negatif tidak muncul lagi. Secara teori,kegiatan menghukum
memang manjadi sesuatu yang sah-sah saja untuk dilakukan,bahkan pada kondisi
tertentu harus diberikan.Hal ini berarti bahwa memberikan hukuman pada anak itu
pada prinsipnya adalah BOLEH.namun,yang sering menjadi masalah adalah banyak
kita yang belum memahami bagaimana implementasi perilaku menghukum yang lebih
manusiawi (lebih tepat) untuk anak.ketidaktahuan ini membuat tindakan memberi
hukuman itu beralih peran sebagai tindakan kekerasan dan agresi guru atau orang
tua terhadap anak.
a.
Prosedur menghukum anak
Ø Jenis hukuman yang diberikan perlu disepakati
diawal bersama anak.
Ø Jenis hukuman yang diberikan harus
jelas sehingga anak dapat memahami dengan baik konsekuensi kesalahan yang ia
lakukan
Ø Hukuman harus dapat terukur sejauh
mana efektivitas dan keberhasilannya dalam merubah perilaku anak
Ø Hukuman harus disampaikan dengan cara
yang halus,tidak disampaikan dengan cara yang menakutkan,apalagi memunculkan
trauma
Ø Hukuman tidak berlaku jika ada
stimulus dari luar kontrol.artinya,siswa melakukan kesalahan karena sesuatu
yang ia tidak ketahui sebelumnya dan atau belum disepakati dan belum
dipublikasikan diawal.
Ø Hukuman dilaksanakan secara konsisten
karena jika siswa menangkap ada jeda dan ruang kosong dari pemberian hukum,hal
itu akan melenakan siswa untuk kemudian memunculkan perilaku yang tidak diinginkan
lagi.
Ø Hukuman segera diberikan jika
perilaku yang tidak dinginkan muncul.sebab penundaan memberi hukuman akan
berakibat pada biasnya tujuan hukum yang diberikan.
b.
Adakah Hukuman Tanpa Kekerasan yang
Membuat anak Jera?
“Pak guru,anak saya
bilang senang dihukum Pak guru,katanya disuruh siram bunga kalau terlambat
masuk sekolah,dan menyiram bunga itu adalah kesukaan anak saya,mohon diberikan
hukuman yang lebih bisa membuat ia jera dan tidak lagi mengulangi kesalahan
yang sama”.
Kata-kata itu disampaikan oleh seorang wali murid kepada
seorang guru yang memberikan hukuman menyiram bunga kepada anaknya. Awalnya
hukuman menyiram bunga tersebut diharapkan menjadi hukuman yang positif dan
tidak menyakitkan siswa,malah berujung siswa tersebut merasa senang dengan
hukuman yang diberikan gurunya.
“Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana jenis hukuman yang bisa diberikan pada siswa untuk membuatnya jera?”
“Pertanyaannya kemudian adalah bagaimana jenis hukuman yang bisa diberikan pada siswa untuk membuatnya jera?”
Ada beberapa
catatan penting yang perlu diperhatikan dalam memberi hukuman bernuansa positif
pada siswa,sebagai berikut.
1. Hukuman Yang Bersifat Positif
Apapun
hukuman yang diberikan kepada anak,sebaiknya bersifat positif sehingga
hasilnyapun positif pada siswa.sebab jika hukuman berlandaskan pada hal-hal
negatif,bukan tidak mungkin akan menimbulkan hal negatif pula.
2. Hukuman Tidak Membuat Trauma
Hukuman yang
baik adalah hukuman yang tidak membuat anak trauma dengan apa yang ia
terima.sebab,banyak hukuman yang tanpa sadar akan berdampak trauma psikis
berkepanjangan pada siswa.selain dampak trauma juga akan muncul dampak dendam
berkepanjangan pada diri siswa karena pilihan hukuman yang tidak tepat
diberikan guru kepadanya.
Hukuman yang beresiko trauma ini biasnya bersifat publish (dilakukan didepan banyak orang),menyakiti,membuat malu dam memberikan tekanan pada siswa.
Hukuman yang beresiko trauma ini biasnya bersifat publish (dilakukan didepan banyak orang),menyakiti,membuat malu dam memberikan tekanan pada siswa.
3. Hukuman Tidak Membuat Sakit Hati
Hukuman yang
menyakitkan biasanya akan berdampak pada sakit hati anak berkepanjangan. Satu
contoh yang membantu kita memahami hal ini adalah pada kisah seorang siswa yang
hingga 10 tahun masih memendam dendam dan benci pada sosok guru yang telah
memberi hukuman”menyakitkan”pada dirinya.
Sebut saja si A,hingga 10 tahun berjalan,si A masih memendam benci pada
gurunya yang telah memukul bagian wajahnya tanpa ampun,hanya gara-gara ia
mengenakan seragam sekolah yang “mungkin”bagi sang guru tidak sopan.akibat
pukulan tersebut,si A masih menyimpan rasa benci pada sang guru.
4. Hukuman Memberikan Efek Jera
Efek jera
tidak selalu bersifat negatif.efek jera ini bisa saja hukuman positfi,tetapi ia
adalah hal yang tidak disukai oleh anak untuk dijalankan sehingga siswa merasa
lelah menjalankannya.Efek jera bia muncul jika hukuman yang diberikan bersifat
menekan dan anak sangat tidak nyaman berada dalam posisi”terhukum”. Jika memberikan hukuman yang terlalu ringan
atau apalagi hukuman itu dijalankan oleh siswa dengan semangat,bisa jadi
hukuman tersebut tidak berdampak apa-apa pada siswa,justru berbalik arah dari
yang diharapkan.
5. Hukuman Yang Bersifat Pembelajaran
Hukuman
sebaiknya bersifat pembelajaran yang berarti ada nuansa belajar dalam setiap kebijakan
hukuman yang diberikan.dengan demikian,sekali mendayung,dua tiga pulau
terlewati.sebaiknya dalam memberi hukuman ada kandungan aspek pembelajaran bagi
si anak. misalnya,dalam sekolah guru menghukum siswa dengan memberi tugas
menyelesaikan soal evaluasi Matematika dua kali lipat banyaknya karena tidak
mengerjakan tugas PR.
Mudah-mudah dengan dilakukan upaya
perlindungan anak dan perilaku menghukum anak dengan baik dan benar, cita-cita
masyarakat madani serta terhindar dari kekerasan akan terwujud yang pada
akhirnya terwujud pula bangsa Indonesia yang kuat dan jauh dari “Kekerasan”.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anak merupakan karunia dari Tuhan yang maha esa,Keberadaannya merupakan
karunia yang harus dijaga,dirawat dan dilindungi.setiap anak secara kodrati
memiliki harkat martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dijunjung
tinggi oleh siapapun.
Meskipun anak sering melakukan
pelanggaran,namun kita sebagai orang dewasa harus paham bahwa pelanggaran-pelanggaran
yang dilakukan oleh anak-anak dalam periode usianya yang masih muda disebut
sebagai kenakalan, karena dianggap tindakan pelanggaran tersebut dilakukan
dengan tanpa adanya kesadaran penuh bahwa tindakan tersebut salah. Anak
bukanlah miniatur orang dewasa,anak memiliki hak asasi sebagai manusia yang
harus diperhatikan oleh orang dewasa secara khusu.untuk itu negara memberikan
perlindungan khusus kepada anak melaui “Undang-undang Perlindungan anak”.Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak
agar dapat hidup,tumbuh,berkembang,dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan,serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi,demi terwujudnya anak indonesia yang
berkualitas,berakhlak mulia dan sejahtera.
B. Saran
Berikut ini beberapa penulis menyarankan beberapa saran yang perlu
diperhatikan oleh kita semua:
1. Hendaklah
kita sebagai orang tua,guru,pengasuh atau siapapun agar menyayangi anak dan
memperlakukan anak secara manusiawi.
2. Sebagai
orang tua atau guru,sebaiknya kita memperhatikan hak-hak anak, serta memberikan
hukuman yang bersifat mendidik tanpa harus menggunakan kekerasan anak.
Daftar Pustaka :
Ø Undang-undang
No.23 tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
Ø Undang-undang
Hukum Pidana
Ø Paul.Hendry.2008.Konseling
dan Psikoterapi anak.Yogyakarta:Idea publishing.
Ø Piaget.Jean.1969.Psikologi
anak.Yogyakarta:Pustaka pelajar.
Ø Arrasjid.Chainur.2001.Dasar-Dasar
Ilmu Hukum.Jakarta:Sinar Grafika.
Ø Gaza.Mamik.2012.Bijak
Menghukum Siswa.Jakarat:Ar-Ruzz Media.
Ø Internet :
·
Viva news.kekerasan terhadap anak.
Bagi anda yang memiliki pertanyaan terkait postingan ini, anda bisa menghubungi akun google saya seperti yang tertera diatas atau bisa juga menghubungi facebook saya " Bobi Aryan Pandie"
BalasHapus